Wednesday, March 25, 2009

Kata-kata Bijaksana

"Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan" (Amsal 1 : 7)
"Kehormatan lebih baik daripada Uang" (Abraham Lincoln)
"Apa yang anda lakukan di tempat tertutup itulah watak anda yang sesungguhnya (D.L. Moody)
"Orang yang tidak takut menghadapi kebenaran tidak perlu takut terhadap kebohongan" (Thomas Jefferson)
"Tidak ada orang dihormati karena sesuatu yang diterimanya. Tetapi untuk sesuatu yang diberikannya" (Calvin Coolidge)
"Orang Besar mempunyai seni mendengarkan. Orang kecil memborong kesempatan berbicara" (David Schwartz)
"Manusia yang sibuk mencari nafkah sering lupa menikmati hidup" (Margaret Fuller)
"Orang bodoh mencari kebahagiaan di Kejauhan; orang bijak menumbuhkannya di bawah kakinya" (James Openheim)
"Saya tidak tahu kunci keberhasilan, tetapi kunci kegagalan adalah mencoba untuk menyenangkan hati setiap orang". (Bill Cosby)
"Kegagalan adalah kesempatan untuk memulai kembali dengan lebih cerdik" (Henry Ford)
"Tunjukkan kepada saya seseorang yang benar-benar merasa puas, dan saya akan menunjukkan kegagalan kepada anda" (Thomas Edison)
"Guru yang biasa-biasa menceritakan; Guru yang baik menjelaskan; Guru yang lebih baik memberikan demonstrasi; Guru besar memberikan inspirasi" (William Arthur Ward)
"Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tetapi utnuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini" (Stuart B. Johnson)
"Anda dapat memutar mundur jam, namun anda tidak dapat mengulangi waktu yang sudah terlewatkan" (Bonnie Prudden).
Akhirnya :
"Percaya kepada diri sendiri akan membuat anda kecewa; Percaya kepada uang, uang itu mungkin diambil dari anda; Bila percaya kepada Allah, tidak akan pernah kecewa sekarang atau selamanya" (D.L. Moody).

Monday, March 9, 2009

Anak mahkota orang tua

Ketika orang menikah, maka harapan yang terbesar bagi mereka adalah memiliki keturunan. Hal ini wajar karena dari mulai penciptaan manusia, Allah menginginkan manusia menjadi satu serta beranak cucu. Dan sebagai manusia yang berbudaya, dia menginginkan keturunan demi melanjutkan garis keturunannya. Oleh sebab itulah manusia dapat bercerai hanya akibat tidak memiliki keturunan, walaupun hal ini (perceraian) ditentang oleh Allah.
Ketika seseorang mendapatkan anak, dia harus tahu bahwa anak itu adalah milik Allah yang harus dia pertanggungjawabkan kepada Allah. Anak bukanlah milik orang tua sehingga dia tidak boleh memperlakukan anak sesuka hatinya. Namun demikian anak sangat berarti bagi orang tua karena :
1. Anak menjadi bukti bahwa Allah mempercayai dia untuk mengasuh anak
2. Anak sebagai bukti keberadaan seseorang dalam dunia ini
3. Anak sebagai sukacita yang terbesar yang pernah dia terima.
Oleh karena itulah anak adalah mahkota keluarga. Sebagai mahkota anak merupakan kebanggaan yang sangat mulia bagi orang tua. Dan juga sebagai mahkota, anak tidak dapat digantikan oleh apapun juga bahkan kekayaan yang melimpah.
Walaupun demikian, anak juga dapat membawa malapetaka bagi orang tua. Penulis kitab Amsal mengatakan "Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya" (Amsal 10 :1). Selanjutnya dalam kitab yang sama berbunyi "Anak yang bebal menyakiti ayahnya dan memedihkan hati ibunya" (17 :25).
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersukacita karena kita memiliki anak, atau sebaliknya kita berduka cita karena anak yang kita miliki.
Agar anak menjadi kehormatan bagi kita, maka sebagai orang tua kita harus :
1. Menjadi teladan bagi mereka
2. Bertanggung jawab atas mereka
3. Mendidik mereka dengan rasa takut akan Tuhan
4. Mengasihi mereka
5. Meluangkan waktu bersama dengan mereka (dekat dengan meraka)
6. Senantiasa berdoa untuk meraka
7. Tidak memanjakan mereka
8. Memperhatikan kesejahteraan meraka
Mencius berkata "Orang besar adalah orang yang dekat di hati anaknya". Sedangkan V. Gilbert Beers berkata "Sedikit teladan penuh kasih sama nilainya dengan seratus kali nasihat orang tua". Selain itu Gigi Graham Tchividjian berkata "Anak-anak tidak jauh berbeda dengan layang-layang ... mereka diciptakan untuk terbang. Namun mereka memerlukan angin sebagai penopang dan kekuatan yang berasal dari kasih tanpa syarat, dorongan dan doa". Angin adalah lambang orang tua yang membuat anak dapat terbang kemana saja.
Akhirnya biarlah kita menjadi orang tua yang berbahagia di dunia ini karena anak yang kita miliki. Soli Deo Gloria.

Sunday, March 8, 2009

Keluargaku

Firman Tuhan dalam Kejadian 1 : 27-28 mengatakan "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka :"Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burng di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi".
Berdasarkan firman Tuhan tersebut, sebagai laki-laki yang memiliki naluri untuk memiliki seorang wanita, maka aku memilih seorang gadis yang cukup pintar dan meminangnya sebagai istri. Maka pada tanggal 28 Juli 2000, kami mengikat perjanjian di hadapan Tuhan untuk hidup sebagai suami istri. Untuk menggenapi nats Tuhan di atas yaitu untuk beranak cucu, maka pada tanggal 7 Agustus 2001, kami diberkati Tuhan dengan seorang anak laki-laki yang kami berikan namanya Natan Beriti Sinurat yang berarti Tuhan memberi dan aku berjanji.
Sebagai seorang Bapa, setelah kelahiran anak pertama yang laki-laki, maka saya menginginkan anak perempuan. Keinginan saya tersebut ternyata didengar dan diberkati Tuhan sehingga pada tanggal 1 September 2004 Tuhan memberkati kami dengan anak perempuan. Kami memberikan nama padanya yaitu Nisinta Eleonor Sinurat yang berarti Aku menginginkan dan Tuhan memberikannya. Dan tidak sampai disitu saja, pada tanggal 6 Mei 2007, Tuhan juga memberkati kami dengan seorang anak perempuan lagi yang kami berikan nama Netania Fenitiel Sinurat. Nama Fenitiel tersebut merupakan gabungan dari nama-nama anggota keluarga kami yaitu Fenry (Fe), Yuni (Ni), Beriti (Ti) dan Eleonor (El).
Sebagai keluarga yang diberkati dengan anak, maka kami memohon agar Tuhan kiranya memberikan bijaksana kepada kami sebagai Bapa dan ibu untuk mengurus anak-anak kami serta memampukan kami menjadi teladan bagi mereka. Dan sebagai anak kiranya anak-anak kami diberkati Tuhan menjadi anak yang takut akan Tuhan dan hormat kepada Tuhan. Dengan demikian, kami berharap agar Firman Tuhan menjadi genap dalam keluarga kami yaitu "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka" (Amsal 17 : 6).

Monday, March 2, 2009

Partisipasi Masyarakat menjelang Pemilu 2009

Pemilihan Umum atau sering disingkat dengan Pemilu adalah suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan politik ini beraneka ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan sampai dengan Kepala Desa. Pemilu dalam sebuah negara demokratis merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Melalui Pemilu rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya atau orang-orang yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Dengan perkataan lain, melalui Pemilu rakyat dilibatkan dalam proses politik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam tatanan demokrasi, pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan pada prinsip demokrasi dimana segala perbedaan atau perbedaan kepentingan dimasyarakt tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan melainkan melalui musyawarah. Oleh karena itulah tugas wakil-wakil rakyat yang terpilih adalah melakukan musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agara tercapainya kepentingan umum yang nantinya dirumuskan ke dalam kebijakan umum.
Sepanjang sejarah, bangsa Indonesia telah melakukan Pemilihan Umum sebanyak 9 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999 dan terakhir tahun 2004. Sebelum diamandemennya UUD 1945 pemilihan umum pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan yaitu DPR, DPRD Tingkat I (Provinsi) dan DPRD Tingkat II (Kabupaten/Kota). Tetapi setelah diamandemennya UUD 1945, maka pemilihan umum bukan saja ditujukan untuk memilih para anggota dewan (legislatif) yaitu DPR, DPD dan DPRD melainkan juga ditujukan untuk memilih Presiden/Wakil Presiden.
Prasyarat bagi berhasilnya pemilihan umum adalah adanya keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pemilihan tersebut. Oleh karena itu, dalam mendukung keterlibatan masyarakat dalam pemilu hendaknya rakyat memperoleh informasi tentang calon-calon dan program yang ditawarkan oleh peserta pemilu. Hal ini sangat diperlukan, mengingat bahwa rakyat merupakan pemegang kedaulatan dan kekuasan sesungguhnya dalam Negara. Tingginya keterlibatan atau partisipasi masyarakat menunjukkan bahwa mereka telah memahami kehidupan politik. Sebaliknya rendahnya partisipasi masyarakat dapat dianggap sebagai rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat dalam kehidupan politik atau terdapat batasan serta tidak adanya kesempatan dalam kehidupan politik. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dapat disebut juga dengan partisipasi politik.
Menurut Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson Partisipasi Politik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bias bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau seporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. Jadi partisipasi politik masyarakat merupakan pengejewantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Anggota masyarakat yang berpartisipasi politik misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Atau mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik (political efficacy).
Keberhasilan untuk menegakkan prinsip partisipasi masyarakat dalam politik sangat tergantung kepada pemberdayaan masyarakat dalam dunia politik itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi besar dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people based development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya material dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Menurut Rappaport pemberdayaan adalah pelibatan masyarakat terhadap keadaan social, kekuatan politik dan haknya menurut Undang-Undang.
Pemberdayaan pada dasarnya adalah pemberian kekuatan kepada pihak yang tidak atau kurang berdaya agar dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu melainkan kolektif. Menurut Payne, tujuan utama pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan ribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Dalam bukunya Demokrasi di Negeri Mimpi, Eko Prasojo menyebutkan bahwa, pemrakarsa partisipasi masyarakat dapat berasal dari atas (penguasa atau para ahli), bawah (masyarakat) atau pihak ketiga dari luar. Selanjutnya dikatakan, jika berasal dari atas, maka biasanya disertai oleh kontrol sosial tertentu atas proses dan pelaku-pelaku partisipasi. Partsipasi yang ideal yang sulit ditemukan dalam tataran praksis adalah partisipasi yang dimulai dari tingkat bawah dan berkembang ke tingkat atas menuju bidang-bidang yang semakin meluas dalam pembuatan keputusan.
Jeffry M. Paige menyebutkan dua indiaktor dalam menjelaskan pola partisipasi politik yaitu :
1. Kesadaran politik yaitu kesadaran seseorag akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang menyangkut pengetahuannya mengenai lingkungan masyarakat dan politik serta menyangkut minat dan perhatiannya terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup.
2. Kepercayaan politik yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah dan sistem politik yang ada, apakah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.
Dalam rangka menegakkan atau menjalankan demoratisasi, maka bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum ke 10 pada tahun 2009. Berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya masih banyak warga negara Indonesia yang tidak mengambil bagian dalam pemilu. Hal ini sangat disayangkan mengingat pemilu merupakan wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Dengan perkataan lain, pemilu menjadi wujud partisipasi masyarakat atau warga negara dalam bidang politik. Semakin tinggi jumlah warga negara yang mengikuti pemilu, maka semakin besar pula bukti masyarakat Indonesia ikut berpartisipasi dalam dunia politik. Tetapi sebaliknya semakin rendah warga negara ikut pemilu, maka semakin rendah pula partisipasi politiknya dalam negara ini. Hal ini juga akan menunjukkan sejauhmana masyarakat perduli dengan bangsa dan kebijakan yang akan diambil oleh negara.
Berdasarkan data pemilu tahun 2004, dimana jumlah pemilih terdaftar untuk pemilu legislatif adalah sebesar 148.000.369 jiwa, namun hasil pemilihan tersebut menunjukkan bahwa pemenang pemilu sebenarnya adalah golongan putih (golput) atau pemilih yang tidak menggunakan haknya dengan baik. Jumlah golput pada pemilu tahun 2004 tersebut sebanyak 34.509.246 jiwa atau sebesar 23,34% dari jumlah pemilih terdaftar yang terdiri dari pemilih terdaftar yang tidak datang ke Tempat Pemungutan suara (TPS) sebanyak 23.551.321 jiwa, dan suara tidak sah sebesar 10.957.925 jiwa. Jumlah golput ini lebih besar dari jumlah perolehan parpol pemenang pemilu seperti Partai Golkar hanya sebanyak 24.480.757 jiwa (16,54%), PDI-P sebesar 21.026.629 jiwa (14,21%), dan PKB sebesar 11.989.564 jiwa (8,10%).
Dari data di atas menunjukkan bahwa pemilu pada tahun 2004 ini menghasilkan jumlah golput yang lebih besar dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu tahun 1999 jumlah golput hanya 10,4%, dan pada pemilu tahun 1955 angka golput yang tertinggi selama ini hanya sebesar 12,34%. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa jumlah golput meningkat cukup tajam.
Secara khusus hasil pemilu tahun 2004 di DKI Jakarta yang merupakan barometer dalam segala bidang termasuk dalam bidang politik, menunjukkan pemilih golput cukup tinggi yaitu sebanyak 2.144.971 jiwa (33,20%) dari jumlah pemilih terdaftar sebesar 6.461.572 jiwa. Bila dibandingkan dengan perolehan pemenang pemilu pada tingkat provinsi DKI Jakarta seperti PKS sebesar 985.031 jiwa (15,24%), Partai Demokrat sebanyak 908.246 jiwa (14,06%), PDI-P sebesar 581.806 jiwa (9,00%) dan Partai Golkar sebanyak 359.122 jiwa (5,56%), maka angka pemilih golput tetap masih lebih tinggi.
Pada saat pemilihan Presiden tahun 2004, jumlah angka golput pada putaran pertama adalah sebanyak 21,77%. Jumlah angka golput kemudian meningkat pada putaran kedua menjadi sebesar 22,56% atau sebanyak 33.981.479 jiwa dari jumlah pemilih sebanyak 155 juta. Pertambahan angka golput pada putaran kedua ini menunjukan partispasi politik masyarakat semakin berkurang.
Sementara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2007 yang lalu, jumlah angka golput juga lebih tinggi dibandingkan dengan angka pemenang Pilkada. Dari jumlah pemilih yang terdaftar, maka jumlah angka golput sebesar 2.241.003 jiwa (39,2), sedangkan suara untuk pemenang Pilkada yaitu Fauzi Bowo hanya sebesar 2.010.545 jiwa atau (35,1%) dan suara untuk Adang hanya 1.467.737 jiwa atau (25,7). Jumlah golput tersebut disebabkan pemilih atau masyarakat kota Jakarta tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada tersebut. Jumlah angka golput terbesar pada pilkada berada di Jakarta Utara sebanyak 39,59% sedangkan terendah di Jakarta Pusat 27,88%. Sementara di wilayah Jakarta lainnya berada pada kisaran 30 sampai 35%.
Dari data-data di atas, tingginya angka golput ini menunjukkan bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam pemilu terbilang cukup rendah. Bukan saja pada tataran tingkat nasional, juga sampai pada tingkat provinsi seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Disamping adanya indikasi masyarakat yang kurang perduli dengan pemilu, namun demikian masih ada alasan lain penyebab tingginya masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya seperti masyarakat yang punya hak pilih tetapi tinggal di luar Jakarta. Tinggal di luar Jakarta dapat berarti pada saat hari pemilihan, para pemilih sedang berada di luar kota Jakarta atau dapat juga berarti pemilih memiliki identitas di kota Jakarta, namun tempat tinggal sudah berada di luar kota Jakarta. Dengan demikian pada saat hari pemilihan, pemilih tersebut malas untuk datan ke daerah tempat pemilihan. Selain itu tingginya angka golput juga dapat diakibatkan oleh kesalahan administrasi yang terjadi para pemilih.
Berkaiatan dengan partisipasi politik ini, maka Jefry M. Paige (Eko Prasojo : 2003 ) membagi pola partisipasi politik masyarakat menjadi 4 tipe yaitu :
1. Partisipasi politik aktif yaitu bila tingkat kesadaran dan kepercayaan politik masyarakat sudah tinggi.
2. Partisipasi politik apatis yaitu bila tingkat kesadaran dan kepercayaan politik masyarakat adalah rendah
3. Partispasi politik cenderung militan radikal yaitu bila tingkat kesadaran politik masyarakat tinggi, tetapi kepercayaan politik masyarakat rendah.
4. Partisipasi politik cenderung pasif yaitu bila tingkat kesadaran politik masyarakat rendah tetapi kepercayaan politiknya cukup tinggi.
Mengacu pada teori ini, tingginya angka golput pada setiap pemilihan umum yang dilakukan di Indonesia baik pemilihan presiden, Legislatif maupun kepala daerah maka sudah barang tentu diperlukan penelitian lebih lanjut oleh Pemerintah baik Pusat maupun daerah mengenai penyebab golputnya masyarakat dalam pemilihan tersebut. Diharapkan melalui penelitian ini akan diketahui penyebab golputnya masyarakat pemilih serta masuk dalam kategori yang mana dalam partisipasi politiknya. Dengan demikian pemerintah baik Pusat maupun daerah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengurangi angka golput serta mengurangi tingkat kesalahan administrasi dalam Pemilu.

Makna Kepemimpinan

Pengertian tentang arti dan hakekat kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin. Kepemimpinan yang dipratikkan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh pemahaman internalnya tentang arti kepemimpinan itu sendiri. Oleh karena itu banyak pemimpin yang mendefenisikan kepemimpinan dengan berbacam sudut seperti kepemimpinan merupakan posisi, tindakan, gaya dan sebagainya. Sementara Peter Drucker mengatakan bahwa kepemimpinan tidak dapat diajarkan atau dipelajari.
Dalam Kamus Bahasa Inggris, Leadership memiliki akar kata lead dan ship. Lead berarti memimpin atau menuntun. Sedangkan leader berarti pemimpin atau orang yang mempunyai tindakan untuk memimpin atau menuntun orang lain. Sedangkan ship merupakan suffix atau akhiran yang mengandung arti ketrampilan atau keahlian.
Kesimpulannya Leadership (kepemimpinan) adalah suatu keahlian atau ketrampilan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu untuk melakukan tindakan memimpin atau menuntun.
Hasibuan (1994) mengatakan Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Locke & Associates, (1997), Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran bersama).
Grimes (1978), Hollander (1978) serta Gibson et al. (1996) menyatakan peran kepemimpinan sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Tyson & Jackson (1992 : 84) menambahkan bahwa meskipun kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang meliputi transaksi terus-menerus antara pemimpin dan pengikut, yang lain menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipenuhi, yaitu (1) pemimpin harus menunjukkan penyebab terjadinya sesuatu; (2) hubungan antara perilaku pemimpin dan pengaruhnya harus dapat diamati; serta (3) harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang ber-ikutnya sebagai konsekwensi tindakan pemimpin. Hal ini diperkuat lagi oleh Stogdill (dalam Tyson & Jackson, 1999 : 85) yang menyatakan beberapa faktor kepribadian pemimpin lebih kuat dibanding para pengikut, sehingga dapat mempengaruhi perilaku para pengikut.
Kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga elemen, yaitu:
1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi / hubungan (relational concept). Dalam hal ini kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang-orang lain, seperti antara pemimpin dengan pengikut. Jika tidak ada pengikut, maka tidak ada yang disebut pemimpin.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, maka pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti yang telah diteliti oleh Gardner (1989), kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu posisi otoritas / kewenangan. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, tapi sekedar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk orang–orang lain untuk mengambil suatu tindakan. Pemimpin membujuk para pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan kewenangan yang terlegitimasi, menciptakan model, memberikan imbalan dan hukuman (reward & punishment), restrukturisasi organisasi dan mengkomunikasikan sebuah visi.
Bagaimana dengan Kepemimpinan Kristen ?
Yakob Tomatala (1997) mengatakan : Kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat dan situasi khusus) yang didalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi dirinya seorang pemimpin (dengan kapasitas penuh) untuk memimpin umatnya (dalam pengelompokan diri sebagai suatu institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah (yang membawa keuntungan bagi pemimpin bawahan dan lingkungan hidup) bagi dan melalui umatNya, untuk kejayaan kerajaanNya.
Dengan demikian Seseorang menjadi Pemimpin adalah karena Ketetapan Allah. Hanya Tuhanlah yang dapat menghasilkan dan menentukan seseorang menjadi pemimpin. Kepemimpinan merupakan pemberian Allah. Oleh karena itu sesesorang yang menjadi pemimpin harus menyadari bahwa ia menjadi pemimpin karena anugerah Allah dan bukan karena kemampuan dirinya semata. Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang ditentukan dan diatur oleh Allah. Kepemimpinan Kristen harus tunduk dengan kehendak Allah. Kepemimpinan kristen sangat tergantung kepada kedaulatan Allah. Allahlah yang memampukan seorang untuk menjadi pemimpin. Allah bekerja dalam diri seorang pemimpin yang ditentukan oleh Allah.
William E. Sangster mengatakan, inilah kehendak Allah, saya tidak memilihnya, saya berusaha untuk mengelakkan, tetapi kehendak Allah telah terjadi pada saya. Ia menghendaki saya menjadi seorang Pemimpin. Menjadi pemimpin adalah karena panggilan Allah. Dan ini merupakan hak istimewa yang diberikan Allah kepada seseorang yang dipilihNya. Dan sebagai akibatnya, kepemimpinan kristen harus bertanggung jawab kepada Allah dan bukan kepada manusia. Menjadi pemimpin berarti Allah memberikan karunia dan kesempatan untuk memimpin. Menjadi pemimpin kristen bukan berarti dia memiliki kelebihan dari orang lain, melainkan Allah memberi karunia kepadanya.