MENGKRITISI JANJI-JANJI POLITIK
Setiap menjelang Pemilihan Umum baik pemilihan wakil rakyat (DPR/DPRD/DPD) dan Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah maka seringkali muncul obral janji-janji politik peserta pemilu. Obral janji-janji tersebut pada umumnya dikeluarkan oleh Partai Politik yang ikut Pemilu, orang-orang yang dicalonkan Partai Politik atau mereka yang mencalonkan diri sendiri (jalur independent). Janji-janji ini kedengarannya sangat manis dan indah walaupun kadang kala tidak masuk akal. Dengan janji-janji tersebut diharapkan para pemilih akan tertarik dan akhirnya memutuskan untuk memilih mereka. Seringkali juga janji-janji yang disampaikan tersebut merupakan janji-janji yang sudah pernah disampaikan pada masa yang lampau. Yang paling ironis adalah ketika janji-janji politik itu dikeluarkan oleh mereka yang sudah memenangi pemilu pada periode pemilu yang lampau namun tidak memnepati janjinya.
Setiap menjelang Pemilihan Umum baik pemilihan wakil rakyat (DPR/DPRD/DPD) dan Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah maka seringkali muncul obral janji-janji politik peserta pemilu. Obral janji-janji tersebut pada umumnya dikeluarkan oleh Partai Politik yang ikut Pemilu, orang-orang yang dicalonkan Partai Politik atau mereka yang mencalonkan diri sendiri (jalur independent). Janji-janji ini kedengarannya sangat manis dan indah walaupun kadang kala tidak masuk akal. Dengan janji-janji tersebut diharapkan para pemilih akan tertarik dan akhirnya memutuskan untuk memilih mereka. Seringkali juga janji-janji yang disampaikan tersebut merupakan janji-janji yang sudah pernah disampaikan pada masa yang lampau. Yang paling ironis adalah ketika janji-janji politik itu dikeluarkan oleh mereka yang sudah memenangi pemilu pada periode pemilu yang lampau namun tidak memnepati janjinya.
Sikap orang Kristen terhadap Janji-Janji Politik
Sebagai warga Negara yang mencintai republik ini, setiap warga Kristen harus merasa terpanggil untuk ikut menyukseskan Pemilu dan bahkan memilih para peserta pemilu yang layak untuk menjadi wakil rakyat maupun pemimpin bangsa Indonesia. Hal ini tidak mudah melainkan membutuhkan akal dan pikiran yang jernih sehingga tidak salah untuk memilih calon yang layak tersebut. Oleh karena itu wajarlah bila orang Kristen mengkritisi peserta Pemilu beserta janji-janji Politik yang ditawarkannya. Dengan demikian kita tidak akan terjebak dalam ungkapan memilih kucing dalam karung.
Ungkapan yang mengatakan “janji adalah utang” seharusnya menjadi pegangan bagi setiap peserta pemilu. Janji politik yang diberikan oleh kontestan pemilu merupakan utang yang harus dibayar kepada konstituennya. Rakyat sebagai konstituen memilih para kontestan karena merasa bahwa janji yang diberikan para kontestan memang yang diharapkan oleh mereka. Sebab itu sangatlah wajar bila masyarakat menagih janji yang pernah diutarakan para kontestan pemilu pada saat kampanye. Namun seperti yang sudah-sudah janji politik hanya merupakan bualan semata yang ingin membodohi masyarakat termasuk didalamnya warga Kristen.
Berkaca pada kenyataan yang sering kita terima setelah selesai pemilu dimana janji-janji politik yang disampaikan oleh para kontestan pemilu jarang ditepati, maka pantaskah kita mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan. Jawabannya tentu tidak. Kita sebagai warga Kristen yang kritis hendaknya tidak mau lagi dibodohi untuk yang kesekian kali. Kita bukanlah seperti anak-anak yang hari ini dijanjikan untuk diberikan sesuatu, namun keesokan harinya lupa akan janji tersebut. Kita juga bukanlah sebagai orang kelas dua dalam negara ini yang menerima apa saja yang diperbuat oleh para kontestan yang pernah memberikan janji kepada warga Kristen. Kita harus dapat menilai apakah janji-janji politik yang diberikan oleh para kontestan adalah hal yang wajar dan pasti dapat ditepati. Kita juga harus menilai apakah orang yang memberikan janji tersebut memiliki kapasitas dan kemampuan yuntuk menepati jani tersebut. Sebagai salah satu contoh yaitu janji kontestan untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat, namun calon kontestan tersebut belum pernah bekerja diluar parpol yang bersangkutan. Masalahnya adalah apakah yang bersangkutan dapat memikirkan bagaimana menciptakan lapangan kerja sementara dirinya sendiri belum pernah mendapatkan peluang untuk bekerja di luar parpol dimana dia diusulkan untuk menjadi peserta kontestan ? Bukankah hal ini menjadi absurd ? Layakkah orang tersebut dipercayai ? Disinilah salah satu tugas kita sebagai warga Kristen yang kritis. Kita juga harus berani menghukum kontestan tersebut dengan tidak memilihnya kembali apabila mereka tidak menepati janjinya sekalipun kontestan tersebut beragama Kristen. Kita memilih mereka bukan sekedar karena mereka beragama Kristen. Kita memilih mereka karena mereka memang pantas untuk dipilih dan mempunyai integritas yang tinggi.