Wednesday, November 25, 2009

Hidup yang berbuah

Hidup yang Berbuah
Yoh. 15 : 1-8
Seorang petani maupun peladang mengingini hasil tani atau ladangnya menghasilkan buah pada musimnya. Dia mengharapkan hasil jerih lelahnya tidak terbuang percuma. Untuk mencapai hal tersebut dia dengan rela mau bekerja keras bahkan berkorban sekalipun demi menggapai harapannya. Petani atau peladang akan berjuang terus-menerus dari pagi hingga malam hari, dari bulan yang satu kebulan yang lain demi hasil yang diharapkannya. Dia akan memupuk serta mengairi ladang atau lahan taninya sehingga mendapatkan air maupun pupuk demi menumbuhkembangkan bibit padi maupun tumbuhan yang ditanamnya. Segala kesakitan dan kelelahan selama bekerja tidak menghalangi dirinya untuk tetap berjuang demi hasil yang akan dipanen pada waktunya. Dan pada waktu itulah dia merasakan sukacita bila waktu panen telah tiba. Segala penderitaan yang dia alami selama bekerja pada masa lampau tidak lagi diingatnya, dan hanya sukacita yang dia tampakkan. Namun sebaliknya bila panennya tidak menghasilkan apa-apa, maka betapa kecewanya petani atau peladang tersebut.
Demikian juga halnya dengan manusia, bila kehidupannya (sebagai lambang bibit yang ditanam) di dunia ini tidak berbuah, maka Allah (yang dilambangkan sebagai petani atau peladang) akan kecewa terhadap manusia tersebut. Dalam kitab Yohanes pasal 15 ayat 1-8, Yesus mengatakan bahwa Yesus adalah pokok anggur yang benar dan BapaNya adalah pengusahanya sedangkan kita adalah ranting-rantingnya. Perkataan ini hendak mengatakan bahwa Yesus menjadi tempat manusia bergantung, tempat orang hidup atau tempat manusia bersandar. Sementara BapaNya (Allah Bapa) adalah Allah yang pemilik manusia, Allah yang merawat dan memelihara manusia dan bahkan memberikan apa yang diperlukan oleh manusia.
Pada kitab ini, kita diingatkan bahwa Allah selalu memelihara dan merawat manusia. Bahkan pada saat manusia seharusnya berbuah tetapi tidak berbuah, Allah tetap akan memelihara dan membersihkan kita supaya kita pada akhirnya berbuah dan bahkan berbuah lebih banyak lagi (ayat 2). Sebagai orang Kristen (orang percaya) Yesus mengatakan sebenarnya kita sudah bersih karena firmanNya sudah tinggal di dalam kita dan kita sudah menyerahkan hidup kita kepadaNya. Namun Yesus mengingatkan kita agar kita senantiasa tinggal di dalamNya dan meminta Dia tinggal di dalam kita, maka kita dapat berbuah. Kita tidak bisa mengatakan bahwa kita percaya kepada Dia atau mengaku Yesus adalah Tuhan, maka secara otomatis kita akan berbuah. Tidak. Yesus melanjutkan kalau kita mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan, maka kita juga meminta agar Dia tinggal di dalam kita. Dalam hal inilah maka kita dapat berbuah. Apa artinya ini ?
Ungkapan ini bukan ingin mengatakan bahwa karena kita mengaku sebagai orang Kristen (menurut pendapat sendiri) berarti kita selamat. Namun sebaliknya bahwa keselamatan dan sorga akan diberikan kepada kita kalau kita mengaku Yesus adalah Tuhan dan sekaligus kita menyerahkan diri kepadaNya (tinggal di dalam Dia) sehingga kita berbuah. Yesus mengingini agar kita tinggal di dalamNya. Dengan demikian kita akan dapat berbuah. Kita tidak akan dapat berbuah apabila kita hanya mengandalkan diri kita. Manusia tidak akan mungkin menghasilkan buah apabila Yeus tidak tinggal di dalam diri manusia itu. Jangan kita mengatakan bahwa manusia tidak butuh Allah (Yesus). Tidak. Yesus sangat jelas dan tegas mengatakan manusia hanya dapat berbuah di dalam diriNya. Di luar Dia manusia tidak dapat berbuat apa-apa.
Disamping itu, pasal 15 ini ingin mengingatkan manusia untuk tidak sombong. Jelas dikatakan manusia berbuah bila tinggal didalam Dia. Arti ini adalah bahwa yang membuat kita berbuah adalah bukan diri kita melainkan Allahlah yang membuat kita bisa berbuah. Bahkan sekalipun kita sudah percaya kepada Dia dan menyerahkan hidup kita kepadaNya, bukan berarti kita berbuah karena diri kita. Tidak. Ayat ini, jelas sekali mengajarkan kita hanya ranting, buah akan tumbuh bila mendapatkan hasupan makanan dari batang dan dipupuk serta dipelihara oleh pemilikNya. Artinya buah muncul karena pemilik dan batangNya menyalurkan makanan serta bibit buah kepada ranting, sehingga ranting memunculkan buah. Dengan perkataan lain, Allah Bapa dan Yesus lah yang membuat kita berbuah dan bukan diri kita. Kita tidak dapat menghasilkan apa-apa tanpa Allah.Bagaimana kalau kita tidak berbuah ? Kitab ini bukan saja mengatakan bahwa kita tidak dapat berbuah di luar Yesus, tetapi juga ada konsekuensi bagi manusia yang tidak berbuah. Pada ayat 6 dikatakan bahwa manusia yang tidak tinggal di dalam Yesus, maka akan dicampakkan ke dalam perapian untuk dibakar (Neraka).

Pendelegasian dan Konflik


A. Pendelegasian
Pendelegasian merupakan pemberian sebagian dari pekerjaan seseorang kepada orang lain. Pendelegasian juga dapat diartikan sebagai penugasan kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan pemberian otoritas kepada orang lain. Pendelegasian juga dapat diartikan sebagai pelimpahan wewenang.
Dalam Ilmu Organisasi, Pendelegasian adalah memberikan sebagian kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atasan kepada bawahannya atau pejabat lain untuk melakukan suatu tindakan dan pemberian kekuasaan itu diikuti dengan pertanggung jawaban. Dengan demikian pendelegasian sama dengan pelimpahan atau penyerahan.
Setiap pemimpin tidak mungkin dapat setiap saat menjalankan tugas atau tanggung jawabanya. Oleh karena itu dia harus mampu untuk mendelegasikan kewajiban-kewajiban, tanggung jawab dan otoritas kepada bawahannya. Yang dimaksud dengan kewajiban-kewajiban adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh orang yang bersangkutan. Sedangkan tanggung jawab adalah kemampuan untuk memberikan pertanggung jawaban untuk pekerjaan yang dilaksanakan. Sementara Otoritas adalah suatu wewenang atau kekuasaan untuk mengambil keputusan atau tindakan yang harus dilakukan.
Pendelegasian itu dapat berbentuk vertical maupun horizontal. Pendelegasian yang berbentuk vertical yaitu bila pelimpahan wewenang dilakukan oleh pejabat atau atasan kepada bawahannya atau dari pejabat yang lebih tinggi kedudukannya kepada pejabat yang lebih rendah. Pelimpahan vertical ini juga disebut pelimpahan garis (line authority) atau pelimpahan menegak. Sementara pelimpahan atau pendelegasian secara horizontal berarti pelimpahan wewenang dilakukan oleh seorang pejabat kepada pejabat lainnya yang setingkat atau yang mempunyai kedudukan pada tingkat hirarki yang sama. Pelimpahan horizontal ini disebut juga pelimpahan wewenang mendatar atau setingkat atau sederajat.
Pelimpahan wewenang hendaknya diikuti dengan pertanggungjawaban sehingga tidak menimbulkan penyalahgunaan wewenang. Yang dimaksud dengan pertanggungjawaban (accountability) adalah kewajiban moril dan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma yang telah ditetapkan organisasi.
Pendelegasian atau pelimpahan wewenang sangat penting bagi organisasi. Terdapat beberapa keuntungan dalam melakukan pendelegasian :
1. Pendelegasian mengakibatkan seseorang yang memberi delegasi memiliki waktu dan konsentrasi yang penuh untuk mengerjakan hal-hal yang berprioritas lebih tinggi dan berguna
2. Pendelegasian melatih orang lain atau bawahan untuk mengemban tanggung jawab
3. Pendelegasian mengakibatkan adanya rasa tantangan dan kepuasan bagi bawahan atau orang yang diberi tanggung jawab tersebut
4. Pendelegasian bermanfaat untuk pengembangan organisasi
5. Pendelegasian bermanfaat untuk efisiensi dan efektivitas kerja
6. Pendelegasian dilakukan karena adanya keterbatasan dari individu-individu, baik waktu, pengetahuan maupun pengalaman.
7. Pendelegasian akan meringankan beban dan tanggung jawab seseorang.

Sering kali pemimpin takut untuk memberikan pendelegasian kepada bawahan. Hal ini disebabkan oleh beberapa factor :
1. Merasa bahwa jika dia mendelegasikan sebagian otoritasnya maka dia merasa memberikan sesuatu yang tidak mungkin akan kembali lagi.
2. Adanya perasaan takut akan kehilangan otoritasnya terhadap bawahan
3. Tidak percaya kepada bawahan
4. Merasa dirinya sanggup untuk mengurus segalanya.
5. Tidak mengetahui batasan apa yang akan didelegasikan

Delegasi yang kurang baik sering menjadi factor utama terjadinya konflik serta kegagalan manejerial. Agar pendelegasian dapat berjalan dengan baik, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan :
1. Menetapkan tugas-tugas apa yang didelegasikan
2. Memilih orang-orang tepat untuk menjalankan tugas tersebut
3. Menentukan tingkat wewenang atau otoritas yang diberi tugas
4. Siap mengantisipasi terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul

Hal-hal yang perlu diingat dalam pendelegasian :
1. Bahwa pendelegasian dilakukan berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab yang diemban terlalu banyak
2. Pendelegasian dilakukan sehubungan dengan adanya orang-orang tertentu yang mungkin lebih mampu menjalankan tugas tersebut
3. Tugas dan tanggung jawab yang didelegasikan harus prioritasnya lebih rendah dibanding dengan tugas dan tanggung jawab yang memang harus dipikul.
4. Jangan mendelegasikan seluruh operasi dari organisasi.
5. Jangan mendelegasikan sesuatu yang benar-benar menjadi tanggung jawab sendiri.

Mengelola Konflik
Konflik merupakan fakta yang sering terjadi dalam kehidupan seseorang baik dalam berorganisasi maupun dalam bermasyarakat. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan selalu akan ada dalam kehidupan organisasi atau masyarakat. Konflik terjadi bila orang-orang mengejar tujuan-tujuan yang tidak sesuai atau bertentangan. Konflik-konflik melibatkan pemikiran-pemikiran (ide-ide), emosi-emosi (perasaan-perasaan dan pandangan-pandangan) dan tindakan-tindakan (tingkah laku) orang-orang. Konflik dapat muncul secara bertahap dan terus menerus atau berkembang dengan cepat sebagai suatu respon terhadap beberapa kejadian penting. Sejalan dengan meningkatnya dan semakin intensifna perbedaan-perbedaan yang ada, konflik selanjutnya menjadi suatu manisfestasi, meluas menjadi suatu isu yang meledak dan tidak dapat dihindari.
Dengan demikian konflik adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki at
au merasa diri mereka memiliki kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang bertentangan.
Karena setiap individu pasti memiliki tujuan dan kepentingan sehingga dapat menimbulkan konflik, maka perlu langkah yang tepat bagi seorang pemimpin untuk mengelola konflik tersebut.

Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan terjadinya konflik :
1. Sumber daya yang langka dibagi tidak merata (Persaingan terhadap sumber-sumber)
2. Perbedaan dalam tujuan
3. Saling ketergantungan dalam menjalankan pekerjaan
4. Perbedaan dalam nilai atau persepsi
5. Gaya seseorang (sifat-sifat individu)
6. Ketidak tegasan dalam organisasi
7. Kekaburan dalam bidang tugas
8. Rintangan/masalah komunikasi
9. Masalah status.
10. Adanya ketidak percayaan terhadap yang lain
11. Adanya permusuhan
12. Posisi yang tidak selaras
13. Kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi
14. Ketidak adilan dalam organisasi

Terdapat macam-macam tipe konflik yaitu :
1. Konflik Laten yaitu konflik yang sifatnya tersembunyi atau tidak terbuka (seperti ungkapan ada asap tapi tak ada api yang kelihatan). Konflik laten ini pada umumnya disebabkan adanya ketegangan-ketegangan, perbedaan-perbedaan, ketidaksepakatan-ketidaksepakatan sosial yang tersembunyi dan tidak berkembang. Para pihak yang berkonflik tidak mengungkapkan diri dalam konflik dan membiarkan konflik tersebut terpendam karena adanya rasa takut , rasa tidak percaya dan dibawah tekanan. Oleh karena itu untuk mengatasi konflik ini maka konflik tersebut perlu diangkat kepermukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
2. Konflik terbuka adalah konflik yang berakar dalam dan sangat nyata. Umumnya untuk mengatasi konflik ini maka diperlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
3. Konflik dipermukaan yaitu konflik yang memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran yang dapat diatasi dengan meningkatkan komunikasi.

Konflik akan selalu ada dalam organisasi, maka setiap pemimpin dalam organisasi dituntut untuk memperhatikan dan menghindari ketakutan terhadap konflik. Pemimpin maupun organisasi harus mengelola konflik yang terjadi tersebut. Untuk dapat mengelola konflik maka organisasi harus mengetahui kawasan dimana timbulnya konflik. Harus ditekankan bahwa konflik bukan selalu sesuatu yang bersifat negatif. Konflik juga dapat bersifat positif bila dikelola dengan baik. Oleh karena itu konflik merupakan kawasan yang dapat dikelola dan dikendalikan.
Konflik tidak selamanya bersifat tidak baik, namun ada terdapat manfaat dari adanya konflik yaitu :
Dengan adanya konflik akan menyadarkan organisasi adanya masalah internal yang terjadi dalam diri organisasi
Konflik dapat membuat pihak-pihak terkait untuk menerima perubahan sehingga mempercepat pengembangan dan pertumbuhan organisasi.
Konflik bisa mendorong kemampuan daya pandang secara obyektif.
Menambah kepedulian akan berbagai faktor internal organisasi.
Terdapat beberapa pendekatan yang dilakukan untuk mengelola konflik :
Pencegahan konflik yaitu mencegah timbulnya konflik yang keras
Penyelesaian Konflik yaitu bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan damai
Pengelolaan konflik yaitu bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang positif bagi pihak-pihak yang terlibat
Resolusi Konflik yaitu Menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan yang baru yang bisa bertahan lama diantara kelompok-kelompok yang berkonflik
Transformasi konflik yaitu mengatasi sumber-sumber konflik yang luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari konflik menjadi kekuatan yang positif.

Pemimpin Kristen dalam memecahkan konflik
Seorang pemimpin kristen harus peka dan perduli terhadap konflik yang terjadi dalam lingkungan organisasisanya. Untuk dapat memecahkan konflik, maka ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin kristen :
1. Melakukan penyerahan diri terhadap Tuhan, agar Tuhan memimpin dalam kepemimpinannya.
2. Menyadari dan mengakui dirinya memiliki keterbatasan, sehingga perlu bantuan Tuhan maupun rekan kerja dan tidak menganggap dirinya mampu menyelesaikan segala sesuatu.
3. Dekat dan mengenal serta mengasihi semua pribadi yang ada dalam organisasi
4. Tidak berat sebelah atau tidak membeda-bedakan orang-orang yang ada dalam organisasi
5. Membagi atau meluangkan waktu dengan semua pihak yang terlibat dalam organisasi
6. Memiliki ketegasan serta kasih
7. Memiliki pengetahuan atas organisasi

Thursday, July 30, 2009

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Pemprov

Pengertian :
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang diangkat oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran sebagai pemilik pekerjaan, yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan Jasa.
Dasar Hukum :
Perpres No. 8 tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Syarat-Syarat Menjadi PPK
Pejabat Pembuat Komitmen harus memenuhi persyaratan sbb :
a. Memiliki integritas moral
b. Memiliki disiplin tinggi
c. Memiliki tanggung jawab dan kualifikasi teknis serta manajerial untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya
d. Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah
e. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, bertindak tegas dan keteladanan dalam sikap dan perilaku serta tidak pernah terlibat KKN
Pengangkatan PPK
Pejabat pembuat Komitmen diangkat dengan surat Keputusan Pengguna Anggaran/KPA
Tugas Pokok PPK
Tugas pokok PPK dalam pengadaan barang/jasa adalah :
a. Menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa
b. Menetapkan paket-paket pekerjaan disertai ketentuan mengenai peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dan peningkatan pemberian kesempatan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil serta kelompok masyarakat.
c. Menetapkan dan mengesahkan harga perkiraan sendiri (HPS), jadwal, tata cara pelaksanaan dan lokasi pengadaan yang disusun oleh panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan.
d. Menetapkan dan mengesahkan hasil pengadaan panitia/ pejabat pengadaan/ unit layanan pengadaan sesuai kewenangannya.
e. Menetapkan besaran uang muka yang menjadi hak penyedia barang/jasa sesuai ketentuan yang berlaku
f. Menyiapkan dan melaksanakan perjanjian/kontrak dengan pihak penyedia barang/jasa.
g. Melaporkan pelaksanaan/penyelesaian pengadaan barang/jasa kepada pimpinan instansinya
h. Mengendalikan pelaksanaan perjanjian/kontrak
i. Menyerahkan asset hasil pengadaan barang/jasa dan asset lainnya kepada Gubernur dengan berita acara penyerahan.
j. Menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai
Ketentuan Lain
Ø PPK dilarang mengadakan ikatan perjanjian dengan penyedia barang/jasa apabila belum tersedia anggaran atau tidak cukup tersedia anggaran yang akan mengakibatkan dilampauinya batas anggaran yang tersedia untuk kegiatan/proyek yang dibiayai dari APBD
Ø PPK bertanggung jawab dari segi administrasi, fisik/ keuangan dan fungsional atas pengadaan barang/jasa yang dilaksanakannya.
Ø PPK dapat melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sebelum dokumen anggaran disahkan sepanjang anggaran untuk kegiatan yang bersangkutan telah dialokasikan, dengan ketentuan penerbitan surat penunjukan penyedia barang/jasa (SPPBJ) dan penandatanganan kontrak pengadaan barang/jasa dilakukan setelah dokumen anggaran untuk kegiatan/proyek disahkan.
Ø PPK dilarang duduk sebagai panitia/pejabat pengadaan anggota Unit layanan pengadaan (Procurement Unit)
Ø PPK segera setelah pengangkatannya, menyusun organisasi, uraian tugas dan fungsi secara jelas, kebijaksanaan pelaksanaan, rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja, sasaran yang harus dicapai, tata laksana dan prosedur kerja secara tertulis, dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.
Ø PPK wajib melakukan pencatatan dan pelaporan keuangan dan hasil kerja pada setiap kegiatan/proyek, baik kemajuan maupun hambatan dalam pelaksanaan tugasnya dan disampaikan kepada atasan langsung dan unit pengawasan intern instansi yang bersangkutan.
Ø PPK wajib menyimpan dan memelihara seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa termasuk berita acara proses pelelangan/seleksi.
Ø PPK Wajib memberikan tanggapan/informasi mengenai pengadaan barang/jasa yang berada di dalam batas kewenangannya kepada peserta pengadaan/masyarakat yang mengajukan pengaduan atau yang memerlukan penjelasan.

Sunday, June 7, 2009

Mengkritisi janji-janji Politik

MENGKRITISI JANJI-JANJI POLITIK

Setiap menjelang Pemilihan Umum baik pemilihan wakil rakyat (DPR/DPRD/DPD) dan Presiden maupun Pemilihan Kepala Daerah maka seringkali muncul obral janji-janji politik peserta pemilu. Obral janji-janji tersebut pada umumnya dikeluarkan oleh Partai Politik yang ikut Pemilu, orang-orang yang dicalonkan Partai Politik atau mereka yang mencalonkan diri sendiri (jalur independent). Janji-janji ini kedengarannya sangat manis dan indah walaupun kadang kala tidak masuk akal. Dengan janji-janji tersebut diharapkan para pemilih akan tertarik dan akhirnya memutuskan untuk memilih mereka. Seringkali juga janji-janji yang disampaikan tersebut merupakan janji-janji yang sudah pernah disampaikan pada masa yang lampau. Yang paling ironis adalah ketika janji-janji politik itu dikeluarkan oleh mereka yang sudah memenangi pemilu pada periode pemilu yang lampau namun tidak memnepati janjinya.
Sikap orang Kristen terhadap Janji-Janji Politik
Sebagai warga Negara yang mencintai republik ini, setiap warga Kristen harus merasa terpanggil untuk ikut menyukseskan Pemilu dan bahkan memilih para peserta pemilu yang layak untuk menjadi wakil rakyat maupun pemimpin bangsa Indonesia. Hal ini tidak mudah melainkan membutuhkan akal dan pikiran yang jernih sehingga tidak salah untuk memilih calon yang layak tersebut. Oleh karena itu wajarlah bila orang Kristen mengkritisi peserta Pemilu beserta janji-janji Politik yang ditawarkannya. Dengan demikian kita tidak akan terjebak dalam ungkapan memilih kucing dalam karung.
Ungkapan yang mengatakan “janji adalah utang” seharusnya menjadi pegangan bagi setiap peserta pemilu. Janji politik yang diberikan oleh kontestan pemilu merupakan utang yang harus dibayar kepada konstituennya. Rakyat sebagai konstituen memilih para kontestan karena merasa bahwa janji yang diberikan para kontestan memang yang diharapkan oleh mereka. Sebab itu sangatlah wajar bila masyarakat menagih janji yang pernah diutarakan para kontestan pemilu pada saat kampanye. Namun seperti yang sudah-sudah janji politik hanya merupakan bualan semata yang ingin membodohi masyarakat termasuk didalamnya warga Kristen.
Berkaca pada kenyataan yang sering kita terima setelah selesai pemilu dimana janji-janji politik yang disampaikan oleh para kontestan pemilu jarang ditepati, maka pantaskah kita mengulangi kesalahan yang pernah kita lakukan. Jawabannya tentu tidak. Kita sebagai warga Kristen yang kritis hendaknya tidak mau lagi dibodohi untuk yang kesekian kali. Kita bukanlah seperti anak-anak yang hari ini dijanjikan untuk diberikan sesuatu, namun keesokan harinya lupa akan janji tersebut. Kita juga bukanlah sebagai orang kelas dua dalam negara ini yang menerima apa saja yang diperbuat oleh para kontestan yang pernah memberikan janji kepada warga Kristen. Kita harus dapat menilai apakah janji-janji politik yang diberikan oleh para kontestan adalah hal yang wajar dan pasti dapat ditepati. Kita juga harus menilai apakah orang yang memberikan janji tersebut memiliki kapasitas dan kemampuan yuntuk menepati jani tersebut. Sebagai salah satu contoh yaitu janji kontestan untuk membuka lapangan kerja bagi masyarakat, namun calon kontestan tersebut belum pernah bekerja diluar parpol yang bersangkutan. Masalahnya adalah apakah yang bersangkutan dapat memikirkan bagaimana menciptakan lapangan kerja sementara dirinya sendiri belum pernah mendapatkan peluang untuk bekerja di luar parpol dimana dia diusulkan untuk menjadi peserta kontestan ? Bukankah hal ini menjadi absurd ? Layakkah orang tersebut dipercayai ? Disinilah salah satu tugas kita sebagai warga Kristen yang kritis. Kita juga harus berani menghukum kontestan tersebut dengan tidak memilihnya kembali apabila mereka tidak menepati janjinya sekalipun kontestan tersebut beragama Kristen. Kita memilih mereka bukan sekedar karena mereka beragama Kristen. Kita memilih mereka karena mereka memang pantas untuk dipilih dan mempunyai integritas yang tinggi.

Warga Kristen dan Pemilu

Warga Kristen dan Pemilu

Tahun 2009 ini bangsa Indonesia akan mengadakan Pemilihan Umum untuk legislatif dan Presiden yang dilakukan secara langsung, bebas dan rahasia. Penyelenggaraan pemilihan umum ini merupakan salah satu prinsip dari Negara yang menganut paham Demokrasi, dimana hakekat dari demokrasi itu adalah pemerintah dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat dan pemerintahan untuk rakyat. Agar pelaksanaan demokrasi ini berjalan sesuai dengan hakekatnya, maka diharapkan seluruh lapisan masyarakat Indoensia tanpa terkecuali ikut menjalani dan mengawasi pelaksanaan demokrasi tersebut. Salah satu wadahnya yaitu melalui Pemilu. Dalam pemilu ini setiap warga Negara mempunyai hak yaitu untuk dipilih dan memilih termasuk di dalamnya warga Kristen.
Sejak Negara Indonesia ini berdiri bahkan jauh sebelum Negara Indonesia merdeka warga Kristen telah mengambil peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tanda salib pada makam-makam pahlawan yang berada di berbagai daerah di Indonesia. Disamping itu juga dapat kita lihat dari berbagai gubahan lagu-lagu perjuangan bangsa Indonesia yang diciptakan oleh warga Kristen dan khususnya lagu kemerdekaan yaitu Indoensia raya. Banyak lagi peran yang melibatkan warga Kristen dalam Negara Indonesia ini seperti dalam Pemerintahan dimana sejumlah warga Kristen terlibat didalamnya baik pada lembaga legislatif, eksekutif maupun Yudikatif serta dari tingkat Pusat sampai di Daerah.
Berkaca dari fakta dan sejarah di atas, maka tidak ada alasan bagi warga Kristen untuk tidak terlibat dalam penegakan dan pengawasan demokrasi di Indonesia khususnya melalui Pemilu tahun 2009 ini.
Partisipasi Warga Kristen dalam Pemilu
Pemilu tahun 2009 ini bukan saja untuk memilih para wakil rakyat di lembaga legislatif, namun juga akan memilih siapa Presiden Indonesia selanjutnya. Orang Kristen Indonesia adalah warga yang memiliki dua kewarganegaraan yaitu sebagai warga kerajaan sorga yang harus patuh dan taat terhadap perintah sang Raja yaitu Yesus Kristus juga sebagai warga negara Dunia (warga Negara Indonesia) karena masih berada di dunia ini yang harus patuh dan taat terhadap aturan-aturan yang ada di Indonesia. Yesus pernah berkata “berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allahapa yang wajib kamu berikan kepada Allah” (Matius 22 : 21) . Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa Yesus ingin kita menghargai apa yang menjadi kewajiban kita di dunia ini dan apa yang menjadi kewajiban kita di sorga. Kedua hal tersebut tidaklah bertentangan karena seperti apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada warga Kristen di Roma yaitu bahwa tidak ada pemerintah yang tidak berasal dan ditetapkan oleh Allah (Roma 13).
Sebagai warga Kristen yang taat kepada Allah dan pemerintah, maka sewajarnyalah warga kristen ikut berperan dalam pemilu 2009. Kita ikut pemilu bukan sekedar hanya untuk meramaikan pemilu saja melainkan turut untuk menentukan masa depan bangsa Indonesia melalui memilih orang-orang yang layak untuk dipilih sebagai wakil rakyat maupun pemimpin bangsa Indonesia ini. Hal ini tidaklah mudah dan butuh penilaian yang cukup tajam. Mengingat kita memilih bukan untuk sesaat namun untuk menentukan nasib bangsa ini pada 5 tahun ke depan. Oleh karena itu, kita memilih bukan hanya karena calon tersebut beragama Kristen, namun kita perlu melihat kapasitas dan kualitas calon tersebut. Dengan demikian kita tidak akan menyesal dikemudian hari,
Warga kristen adalah warga negara yang memiliki kedudukan yang sama dengan warga negara yang lainnya. Kita bukanlah warga negara kelas dua, walaupun secara jumlah kita termasuk kecil. Namun hal ini bukan halangan bagi warga Kristen untuk mengambil peran yang penting dalam Negara. Agar warga Kristen dapat mengambil peran yang penting tersebut, maka salah satu peluang yang ada adalah melalui pemilu. Peluang ini harus dapat diraih. Untuk itu warga Kristen yang merasa dirinya memiliki kapasitas dan kualitas yang baik serta memiliki kerohanian yang mantap seyogyanya masuk sebagai calon legislatif dari partai-partai politik yang ikut dalam pemilu maupun dari jalur idependent. Namun demikian, alangkah lebih baiknya apabila calon tersebut dapat diakomodasi oleh partai politik yang bernafaskan kekristenan. Hal ini untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa warga Kristen yang duduk dalam lembaga-lembaga tersebut adalah warga negara yang benar-benar berkualitas dan tidak mempunyai penyakit dalam masyarakat.
Pemberdayaan warga Kristen
Salah satu kunci keberhasilan dalam pemilu adalah keterlibatan dan partsipasi seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatan atau partispasi masyarakat dalam pemilu akan tercapai apabila adanya pemberdayaan terhadap masyarakat. Pemberdayaan merupakan usaha membangun kapasitas dan kualitas masyarakat tersebut. Salah satu defenisi pemberdayaan adalah memberikan kekuatan kepada pihak yang kurang atau tidak berdaya (powerless) agar dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri (Eko Prasojo, 2005). Berdasarkan defenisi di atas, sudah barang tentu masih banyak warga kristen yang belum memiliki kekuatan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam berbagai kehidupan bernegara khususnya dalam politik. Hal ini diakibatkan masih adanya anggapan dari kalangan warga Kristen sendiri bahwa politik itu jahat (sekuler atau tidak rohani yang merusak iman) serta hanya milik warga mayoritas di Indonesia saja. Untuk itulah diperlukan perubahan paradigma dikalangan warga Kristen melalui pemberdayaan. Dengan demikian diharapkan warga Kristen dapat berperan aktif bahkan memiliki nilai yang tinggi dalam pemilu tahun 2009. Pemberdayaan merupakan tanggung jawab dari berbagai kalangan khususnya Gereja dan lembaga-lembaga Kristen yang ada seperti PIKI, GMKI, Partai Politik yang bernafaskan Kekristenan, lembaga pendidikan Kristen dan sebagainya. Pemberdayaan dapat berjalan efektif apabila pihak-pihak yang terlibat di dalamnya tidak mememiliki kepentingan pribadi. Dalam hal ini pemberdayaan warga Kriste perlu dilakukan melalui pendididikan politik bagi warga Kristen serta dilibatkan dalam dunia politik itu sendiri. Gereja dan lembaga-lembaga Kristen yang ada sudah sepantasnyalah berdiri di depan untuk memberikan sumbangsih yang nyata kepada warga Kristen dalam pemberdayaan tersebut. Gereja bukan ikut dalam berpolitik praktis, namun dapat memberikan pencerahan kepada warganya dalam kaitan politik. Sementara lembaga-lembaga Kristen lainnya juga dapat berperan mencerdaskan warga Kristen dalam aspek politik melalui seminar-seminar, tulisan-tulisan dan lainnya.
Kesimpulan
Keberhasilan pelaksanaan pemilu 2009 yang sebentar lagi akan dilaksanakan merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat tidak terkecuali dengan warga Kristen. Keberhasilan pemilu tersebut bukan sekedar pelaksanaan semata melainkan juga dari hasil calon-calon wakil yang terpilih dimana didalamnya termasuk warga kristen. Keberhasilan pemilu yang seutuhnya adalah apabila calon-calon yang terpilih adalah benar-benar warga negara yang jujur serta memiliki kualitas dan kapasitas yang layak untuk diandalkan. Dan untuk dapat memilih calon-calon tersebut, maka pemberdayaan warga termasuk warga Kristen merupakan sesuatu yang mutlak dan tidak dapat ditawar-tawarkan. Hal ini demi masa depan bangsa dan Negara Indonesia serta peran warga Kristen didalamnya.

Wednesday, March 25, 2009

Kata-kata Bijaksana

"Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan" (Amsal 1 : 7)
"Kehormatan lebih baik daripada Uang" (Abraham Lincoln)
"Apa yang anda lakukan di tempat tertutup itulah watak anda yang sesungguhnya (D.L. Moody)
"Orang yang tidak takut menghadapi kebenaran tidak perlu takut terhadap kebohongan" (Thomas Jefferson)
"Tidak ada orang dihormati karena sesuatu yang diterimanya. Tetapi untuk sesuatu yang diberikannya" (Calvin Coolidge)
"Orang Besar mempunyai seni mendengarkan. Orang kecil memborong kesempatan berbicara" (David Schwartz)
"Manusia yang sibuk mencari nafkah sering lupa menikmati hidup" (Margaret Fuller)
"Orang bodoh mencari kebahagiaan di Kejauhan; orang bijak menumbuhkannya di bawah kakinya" (James Openheim)
"Saya tidak tahu kunci keberhasilan, tetapi kunci kegagalan adalah mencoba untuk menyenangkan hati setiap orang". (Bill Cosby)
"Kegagalan adalah kesempatan untuk memulai kembali dengan lebih cerdik" (Henry Ford)
"Tunjukkan kepada saya seseorang yang benar-benar merasa puas, dan saya akan menunjukkan kegagalan kepada anda" (Thomas Edison)
"Guru yang biasa-biasa menceritakan; Guru yang baik menjelaskan; Guru yang lebih baik memberikan demonstrasi; Guru besar memberikan inspirasi" (William Arthur Ward)
"Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah untuk mendahului orang lain, tetapi utnuk melampaui diri kita sendiri, untuk memecahkan rekor kita sendiri, untuk melampaui hari kemarin dengan hari ini" (Stuart B. Johnson)
"Anda dapat memutar mundur jam, namun anda tidak dapat mengulangi waktu yang sudah terlewatkan" (Bonnie Prudden).
Akhirnya :
"Percaya kepada diri sendiri akan membuat anda kecewa; Percaya kepada uang, uang itu mungkin diambil dari anda; Bila percaya kepada Allah, tidak akan pernah kecewa sekarang atau selamanya" (D.L. Moody).

Monday, March 9, 2009

Anak mahkota orang tua

Ketika orang menikah, maka harapan yang terbesar bagi mereka adalah memiliki keturunan. Hal ini wajar karena dari mulai penciptaan manusia, Allah menginginkan manusia menjadi satu serta beranak cucu. Dan sebagai manusia yang berbudaya, dia menginginkan keturunan demi melanjutkan garis keturunannya. Oleh sebab itulah manusia dapat bercerai hanya akibat tidak memiliki keturunan, walaupun hal ini (perceraian) ditentang oleh Allah.
Ketika seseorang mendapatkan anak, dia harus tahu bahwa anak itu adalah milik Allah yang harus dia pertanggungjawabkan kepada Allah. Anak bukanlah milik orang tua sehingga dia tidak boleh memperlakukan anak sesuka hatinya. Namun demikian anak sangat berarti bagi orang tua karena :
1. Anak menjadi bukti bahwa Allah mempercayai dia untuk mengasuh anak
2. Anak sebagai bukti keberadaan seseorang dalam dunia ini
3. Anak sebagai sukacita yang terbesar yang pernah dia terima.
Oleh karena itulah anak adalah mahkota keluarga. Sebagai mahkota anak merupakan kebanggaan yang sangat mulia bagi orang tua. Dan juga sebagai mahkota, anak tidak dapat digantikan oleh apapun juga bahkan kekayaan yang melimpah.
Walaupun demikian, anak juga dapat membawa malapetaka bagi orang tua. Penulis kitab Amsal mengatakan "Anak yang bijak mendatangkan sukacita kepada ayahnya, tetapi anak yang bebal adalah kedukaan bagi ibunya" (Amsal 10 :1). Selanjutnya dalam kitab yang sama berbunyi "Anak yang bebal menyakiti ayahnya dan memedihkan hati ibunya" (17 :25).
Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersukacita karena kita memiliki anak, atau sebaliknya kita berduka cita karena anak yang kita miliki.
Agar anak menjadi kehormatan bagi kita, maka sebagai orang tua kita harus :
1. Menjadi teladan bagi mereka
2. Bertanggung jawab atas mereka
3. Mendidik mereka dengan rasa takut akan Tuhan
4. Mengasihi mereka
5. Meluangkan waktu bersama dengan mereka (dekat dengan meraka)
6. Senantiasa berdoa untuk meraka
7. Tidak memanjakan mereka
8. Memperhatikan kesejahteraan meraka
Mencius berkata "Orang besar adalah orang yang dekat di hati anaknya". Sedangkan V. Gilbert Beers berkata "Sedikit teladan penuh kasih sama nilainya dengan seratus kali nasihat orang tua". Selain itu Gigi Graham Tchividjian berkata "Anak-anak tidak jauh berbeda dengan layang-layang ... mereka diciptakan untuk terbang. Namun mereka memerlukan angin sebagai penopang dan kekuatan yang berasal dari kasih tanpa syarat, dorongan dan doa". Angin adalah lambang orang tua yang membuat anak dapat terbang kemana saja.
Akhirnya biarlah kita menjadi orang tua yang berbahagia di dunia ini karena anak yang kita miliki. Soli Deo Gloria.

Sunday, March 8, 2009

Keluargaku

Firman Tuhan dalam Kejadian 1 : 27-28 mengatakan "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakanNya dia; laki-laki dan perempuan diciptakanNya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka :"Beranak cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burng di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi".
Berdasarkan firman Tuhan tersebut, sebagai laki-laki yang memiliki naluri untuk memiliki seorang wanita, maka aku memilih seorang gadis yang cukup pintar dan meminangnya sebagai istri. Maka pada tanggal 28 Juli 2000, kami mengikat perjanjian di hadapan Tuhan untuk hidup sebagai suami istri. Untuk menggenapi nats Tuhan di atas yaitu untuk beranak cucu, maka pada tanggal 7 Agustus 2001, kami diberkati Tuhan dengan seorang anak laki-laki yang kami berikan namanya Natan Beriti Sinurat yang berarti Tuhan memberi dan aku berjanji.
Sebagai seorang Bapa, setelah kelahiran anak pertama yang laki-laki, maka saya menginginkan anak perempuan. Keinginan saya tersebut ternyata didengar dan diberkati Tuhan sehingga pada tanggal 1 September 2004 Tuhan memberkati kami dengan anak perempuan. Kami memberikan nama padanya yaitu Nisinta Eleonor Sinurat yang berarti Aku menginginkan dan Tuhan memberikannya. Dan tidak sampai disitu saja, pada tanggal 6 Mei 2007, Tuhan juga memberkati kami dengan seorang anak perempuan lagi yang kami berikan nama Netania Fenitiel Sinurat. Nama Fenitiel tersebut merupakan gabungan dari nama-nama anggota keluarga kami yaitu Fenry (Fe), Yuni (Ni), Beriti (Ti) dan Eleonor (El).
Sebagai keluarga yang diberkati dengan anak, maka kami memohon agar Tuhan kiranya memberikan bijaksana kepada kami sebagai Bapa dan ibu untuk mengurus anak-anak kami serta memampukan kami menjadi teladan bagi mereka. Dan sebagai anak kiranya anak-anak kami diberkati Tuhan menjadi anak yang takut akan Tuhan dan hormat kepada Tuhan. Dengan demikian, kami berharap agar Firman Tuhan menjadi genap dalam keluarga kami yaitu "Mahkota orang-orang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka" (Amsal 17 : 6).

Monday, March 2, 2009

Partisipasi Masyarakat menjelang Pemilu 2009

Pemilihan Umum atau sering disingkat dengan Pemilu adalah suatu proses dimana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan politik ini beraneka ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di pelbagai tingkat pemerintahan sampai dengan Kepala Desa. Pemilu dalam sebuah negara demokratis merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dielakkan. Melalui Pemilu rakyat yang berdaulat memilih wakil-wakilnya atau orang-orang yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya dalam suatu pemerintahan yang berkuasa. Dengan perkataan lain, melalui Pemilu rakyat dilibatkan dalam proses politik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam tatanan demokrasi, pemilu juga menjadi mekanisme atau cara untuk memindahkan konflik kepentingan dari tataran masyarakat ke tataran badan perwakilan agar dapat diselesaikan secara damai dan adil sehingga kesatuan masyarakat tetap terjamin. Hal ini didasarkan pada prinsip demokrasi dimana segala perbedaan atau perbedaan kepentingan dimasyarakt tidak boleh diselesaikan dengan cara-cara kekerasan atau ancaman kekerasan melainkan melalui musyawarah. Oleh karena itulah tugas wakil-wakil rakyat yang terpilih adalah melakukan musyawarah mengenai kepentingan-kepentingan yang berbeda-beda agara tercapainya kepentingan umum yang nantinya dirumuskan ke dalam kebijakan umum.
Sepanjang sejarah, bangsa Indonesia telah melakukan Pemilihan Umum sebanyak 9 kali yaitu tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999 dan terakhir tahun 2004. Sebelum diamandemennya UUD 1945 pemilihan umum pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan yaitu DPR, DPRD Tingkat I (Provinsi) dan DPRD Tingkat II (Kabupaten/Kota). Tetapi setelah diamandemennya UUD 1945, maka pemilihan umum bukan saja ditujukan untuk memilih para anggota dewan (legislatif) yaitu DPR, DPD dan DPRD melainkan juga ditujukan untuk memilih Presiden/Wakil Presiden.
Prasyarat bagi berhasilnya pemilihan umum adalah adanya keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pemilihan tersebut. Oleh karena itu, dalam mendukung keterlibatan masyarakat dalam pemilu hendaknya rakyat memperoleh informasi tentang calon-calon dan program yang ditawarkan oleh peserta pemilu. Hal ini sangat diperlukan, mengingat bahwa rakyat merupakan pemegang kedaulatan dan kekuasan sesungguhnya dalam Negara. Tingginya keterlibatan atau partisipasi masyarakat menunjukkan bahwa mereka telah memahami kehidupan politik. Sebaliknya rendahnya partisipasi masyarakat dapat dianggap sebagai rendahnya kepedulian dan pengetahuan masyarakat dalam kehidupan politik atau terdapat batasan serta tidak adanya kesempatan dalam kehidupan politik. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dapat disebut juga dengan partisipasi politik.
Menurut Samuel P. Hutington dan Joan M. Nelson Partisipasi Politik adalah kegiatan warga yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bias bersifat individual atau kolektif, terorganisir atau spontan, mantap atau seporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau illegal, efektif atau tidak efektif. Jadi partisipasi politik masyarakat merupakan pengejewantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat. Anggota masyarakat yang berpartisipasi politik misalnya melalui pemberian suara atau kegiatan lain terdorong oleh keyakinan bahwa melalui kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan tersalur atau sekurang-kurangnya diperhatikan dan bahwa mereka sedikit banyak dapat mempengaruhi tindakan dari mereka yang berwenang untuk membuat keputusan yang mengikat. Atau mereka percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek politik (political efficacy).
Keberhasilan untuk menegakkan prinsip partisipasi masyarakat dalam politik sangat tergantung kepada pemberdayaan masyarakat dalam dunia politik itu sendiri. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi besar dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people based development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya material dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan. Menurut Rappaport pemberdayaan adalah pelibatan masyarakat terhadap keadaan social, kekuatan politik dan haknya menurut Undang-Undang.
Pemberdayaan pada dasarnya adalah pemberian kekuatan kepada pihak yang tidak atau kurang berdaya agar dapat memiliki kekuatan yang menjadi modal dasar aktualisasi diri. Pemberdayaan yang dimaksud tidak hanya mengarah pada individu melainkan kolektif. Menurut Payne, tujuan utama pemberdayaan adalah membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan, yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan ribadi dan sosial dalam melakukan tindakan.
Dalam bukunya Demokrasi di Negeri Mimpi, Eko Prasojo menyebutkan bahwa, pemrakarsa partisipasi masyarakat dapat berasal dari atas (penguasa atau para ahli), bawah (masyarakat) atau pihak ketiga dari luar. Selanjutnya dikatakan, jika berasal dari atas, maka biasanya disertai oleh kontrol sosial tertentu atas proses dan pelaku-pelaku partisipasi. Partsipasi yang ideal yang sulit ditemukan dalam tataran praksis adalah partisipasi yang dimulai dari tingkat bawah dan berkembang ke tingkat atas menuju bidang-bidang yang semakin meluas dalam pembuatan keputusan.
Jeffry M. Paige menyebutkan dua indiaktor dalam menjelaskan pola partisipasi politik yaitu :
1. Kesadaran politik yaitu kesadaran seseorag akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang menyangkut pengetahuannya mengenai lingkungan masyarakat dan politik serta menyangkut minat dan perhatiannya terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat dia hidup.
2. Kepercayaan politik yaitu penilaian seseorang terhadap pemerintah dan sistem politik yang ada, apakah dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak.
Dalam rangka menegakkan atau menjalankan demoratisasi, maka bangsa Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum ke 10 pada tahun 2009. Berkaca pada pemilu-pemilu sebelumnya masih banyak warga negara Indonesia yang tidak mengambil bagian dalam pemilu. Hal ini sangat disayangkan mengingat pemilu merupakan wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi politiknya. Dengan perkataan lain, pemilu menjadi wujud partisipasi masyarakat atau warga negara dalam bidang politik. Semakin tinggi jumlah warga negara yang mengikuti pemilu, maka semakin besar pula bukti masyarakat Indonesia ikut berpartisipasi dalam dunia politik. Tetapi sebaliknya semakin rendah warga negara ikut pemilu, maka semakin rendah pula partisipasi politiknya dalam negara ini. Hal ini juga akan menunjukkan sejauhmana masyarakat perduli dengan bangsa dan kebijakan yang akan diambil oleh negara.
Berdasarkan data pemilu tahun 2004, dimana jumlah pemilih terdaftar untuk pemilu legislatif adalah sebesar 148.000.369 jiwa, namun hasil pemilihan tersebut menunjukkan bahwa pemenang pemilu sebenarnya adalah golongan putih (golput) atau pemilih yang tidak menggunakan haknya dengan baik. Jumlah golput pada pemilu tahun 2004 tersebut sebanyak 34.509.246 jiwa atau sebesar 23,34% dari jumlah pemilih terdaftar yang terdiri dari pemilih terdaftar yang tidak datang ke Tempat Pemungutan suara (TPS) sebanyak 23.551.321 jiwa, dan suara tidak sah sebesar 10.957.925 jiwa. Jumlah golput ini lebih besar dari jumlah perolehan parpol pemenang pemilu seperti Partai Golkar hanya sebanyak 24.480.757 jiwa (16,54%), PDI-P sebesar 21.026.629 jiwa (14,21%), dan PKB sebesar 11.989.564 jiwa (8,10%).
Dari data di atas menunjukkan bahwa pemilu pada tahun 2004 ini menghasilkan jumlah golput yang lebih besar dibandingkan pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pemilu tahun 1999 jumlah golput hanya 10,4%, dan pada pemilu tahun 1955 angka golput yang tertinggi selama ini hanya sebesar 12,34%. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa jumlah golput meningkat cukup tajam.
Secara khusus hasil pemilu tahun 2004 di DKI Jakarta yang merupakan barometer dalam segala bidang termasuk dalam bidang politik, menunjukkan pemilih golput cukup tinggi yaitu sebanyak 2.144.971 jiwa (33,20%) dari jumlah pemilih terdaftar sebesar 6.461.572 jiwa. Bila dibandingkan dengan perolehan pemenang pemilu pada tingkat provinsi DKI Jakarta seperti PKS sebesar 985.031 jiwa (15,24%), Partai Demokrat sebanyak 908.246 jiwa (14,06%), PDI-P sebesar 581.806 jiwa (9,00%) dan Partai Golkar sebanyak 359.122 jiwa (5,56%), maka angka pemilih golput tetap masih lebih tinggi.
Pada saat pemilihan Presiden tahun 2004, jumlah angka golput pada putaran pertama adalah sebanyak 21,77%. Jumlah angka golput kemudian meningkat pada putaran kedua menjadi sebesar 22,56% atau sebanyak 33.981.479 jiwa dari jumlah pemilih sebanyak 155 juta. Pertambahan angka golput pada putaran kedua ini menunjukan partispasi politik masyarakat semakin berkurang.
Sementara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta tahun 2007 yang lalu, jumlah angka golput juga lebih tinggi dibandingkan dengan angka pemenang Pilkada. Dari jumlah pemilih yang terdaftar, maka jumlah angka golput sebesar 2.241.003 jiwa (39,2), sedangkan suara untuk pemenang Pilkada yaitu Fauzi Bowo hanya sebesar 2.010.545 jiwa atau (35,1%) dan suara untuk Adang hanya 1.467.737 jiwa atau (25,7). Jumlah golput tersebut disebabkan pemilih atau masyarakat kota Jakarta tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada tersebut. Jumlah angka golput terbesar pada pilkada berada di Jakarta Utara sebanyak 39,59% sedangkan terendah di Jakarta Pusat 27,88%. Sementara di wilayah Jakarta lainnya berada pada kisaran 30 sampai 35%.
Dari data-data di atas, tingginya angka golput ini menunjukkan bagaimana partisipasi politik masyarakat dalam pemilu terbilang cukup rendah. Bukan saja pada tataran tingkat nasional, juga sampai pada tingkat provinsi seperti yang terjadi di DKI Jakarta. Disamping adanya indikasi masyarakat yang kurang perduli dengan pemilu, namun demikian masih ada alasan lain penyebab tingginya masyarakat tidak menggunakan hak pilihnya seperti masyarakat yang punya hak pilih tetapi tinggal di luar Jakarta. Tinggal di luar Jakarta dapat berarti pada saat hari pemilihan, para pemilih sedang berada di luar kota Jakarta atau dapat juga berarti pemilih memiliki identitas di kota Jakarta, namun tempat tinggal sudah berada di luar kota Jakarta. Dengan demikian pada saat hari pemilihan, pemilih tersebut malas untuk datan ke daerah tempat pemilihan. Selain itu tingginya angka golput juga dapat diakibatkan oleh kesalahan administrasi yang terjadi para pemilih.
Berkaiatan dengan partisipasi politik ini, maka Jefry M. Paige (Eko Prasojo : 2003 ) membagi pola partisipasi politik masyarakat menjadi 4 tipe yaitu :
1. Partisipasi politik aktif yaitu bila tingkat kesadaran dan kepercayaan politik masyarakat sudah tinggi.
2. Partisipasi politik apatis yaitu bila tingkat kesadaran dan kepercayaan politik masyarakat adalah rendah
3. Partispasi politik cenderung militan radikal yaitu bila tingkat kesadaran politik masyarakat tinggi, tetapi kepercayaan politik masyarakat rendah.
4. Partisipasi politik cenderung pasif yaitu bila tingkat kesadaran politik masyarakat rendah tetapi kepercayaan politiknya cukup tinggi.
Mengacu pada teori ini, tingginya angka golput pada setiap pemilihan umum yang dilakukan di Indonesia baik pemilihan presiden, Legislatif maupun kepala daerah maka sudah barang tentu diperlukan penelitian lebih lanjut oleh Pemerintah baik Pusat maupun daerah mengenai penyebab golputnya masyarakat dalam pemilihan tersebut. Diharapkan melalui penelitian ini akan diketahui penyebab golputnya masyarakat pemilih serta masuk dalam kategori yang mana dalam partisipasi politiknya. Dengan demikian pemerintah baik Pusat maupun daerah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk mengurangi angka golput serta mengurangi tingkat kesalahan administrasi dalam Pemilu.

Makna Kepemimpinan

Pengertian tentang arti dan hakekat kepemimpinan sangat penting bagi seorang pemimpin. Kepemimpinan yang dipratikkan seorang pemimpin sangat dipengaruhi oleh pemahaman internalnya tentang arti kepemimpinan itu sendiri. Oleh karena itu banyak pemimpin yang mendefenisikan kepemimpinan dengan berbacam sudut seperti kepemimpinan merupakan posisi, tindakan, gaya dan sebagainya. Sementara Peter Drucker mengatakan bahwa kepemimpinan tidak dapat diajarkan atau dipelajari.
Dalam Kamus Bahasa Inggris, Leadership memiliki akar kata lead dan ship. Lead berarti memimpin atau menuntun. Sedangkan leader berarti pemimpin atau orang yang mempunyai tindakan untuk memimpin atau menuntun orang lain. Sedangkan ship merupakan suffix atau akhiran yang mengandung arti ketrampilan atau keahlian.
Kesimpulannya Leadership (kepemimpinan) adalah suatu keahlian atau ketrampilan yang dimiliki oleh orang-orang tertentu untuk melakukan tindakan memimpin atau menuntun.
Hasibuan (1994) mengatakan Kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Locke & Associates, (1997), Kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai proses membujuk (inducing) orang-orang lain untuk mengambil langkah menuju sasaran bersama).
Grimes (1978), Hollander (1978) serta Gibson et al. (1996) menyatakan peran kepemimpinan sangat besar untuk memotivasi anggota organisasi dalam memperbesar energi untuk berperilaku dalam upaya mencapai tujuan kelompok. Tyson & Jackson (1992 : 84) menambahkan bahwa meskipun kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang meliputi transaksi terus-menerus antara pemimpin dan pengikut, yang lain menganggap bahwa minimal ada tiga kondisi yang perlu dipenuhi, yaitu (1) pemimpin harus menunjukkan penyebab terjadinya sesuatu; (2) hubungan antara perilaku pemimpin dan pengaruhnya harus dapat diamati; serta (3) harus ada perubahan-perubahan yang riil dalam perilaku anggota organisasi dan dalam hasil akhir yang ber-ikutnya sebagai konsekwensi tindakan pemimpin. Hal ini diperkuat lagi oleh Stogdill (dalam Tyson & Jackson, 1999 : 85) yang menyatakan beberapa faktor kepribadian pemimpin lebih kuat dibanding para pengikut, sehingga dapat mempengaruhi perilaku para pengikut.
Kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga elemen, yaitu:
1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi / hubungan (relational concept). Dalam hal ini kepemimpinan hanya ada dalam relasi dengan orang-orang lain, seperti antara pemimpin dengan pengikut. Jika tidak ada pengikut, maka tidak ada yang disebut pemimpin.
2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, maka pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti yang telah diteliti oleh Gardner (1989), kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu posisi otoritas / kewenangan. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, tapi sekedar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin.
3. Kepemimpinan harus membujuk orang–orang lain untuk mengambil suatu tindakan. Pemimpin membujuk para pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan kewenangan yang terlegitimasi, menciptakan model, memberikan imbalan dan hukuman (reward & punishment), restrukturisasi organisasi dan mengkomunikasikan sebuah visi.
Bagaimana dengan Kepemimpinan Kristen ?
Yakob Tomatala (1997) mengatakan : Kepemimpinan Kristen adalah suatu proses terencana yang dinamis dalam konteks pelayanan Kristen (yang menyangkut faktor waktu, tempat dan situasi khusus) yang didalamnya oleh campur tangan Allah, Ia memanggil bagi dirinya seorang pemimpin (dengan kapasitas penuh) untuk memimpin umatnya (dalam pengelompokan diri sebagai suatu institusi/organisasi) guna mencapai tujuan Allah (yang membawa keuntungan bagi pemimpin bawahan dan lingkungan hidup) bagi dan melalui umatNya, untuk kejayaan kerajaanNya.
Dengan demikian Seseorang menjadi Pemimpin adalah karena Ketetapan Allah. Hanya Tuhanlah yang dapat menghasilkan dan menentukan seseorang menjadi pemimpin. Kepemimpinan merupakan pemberian Allah. Oleh karena itu sesesorang yang menjadi pemimpin harus menyadari bahwa ia menjadi pemimpin karena anugerah Allah dan bukan karena kemampuan dirinya semata. Kepemimpinan Kristen adalah kepemimpinan yang ditentukan dan diatur oleh Allah. Kepemimpinan Kristen harus tunduk dengan kehendak Allah. Kepemimpinan kristen sangat tergantung kepada kedaulatan Allah. Allahlah yang memampukan seorang untuk menjadi pemimpin. Allah bekerja dalam diri seorang pemimpin yang ditentukan oleh Allah.
William E. Sangster mengatakan, inilah kehendak Allah, saya tidak memilihnya, saya berusaha untuk mengelakkan, tetapi kehendak Allah telah terjadi pada saya. Ia menghendaki saya menjadi seorang Pemimpin. Menjadi pemimpin adalah karena panggilan Allah. Dan ini merupakan hak istimewa yang diberikan Allah kepada seseorang yang dipilihNya. Dan sebagai akibatnya, kepemimpinan kristen harus bertanggung jawab kepada Allah dan bukan kepada manusia. Menjadi pemimpin berarti Allah memberikan karunia dan kesempatan untuk memimpin. Menjadi pemimpin kristen bukan berarti dia memiliki kelebihan dari orang lain, melainkan Allah memberi karunia kepadanya.